Jumat, 02 Oktober 2015

KRONOLOGIS KASUS ADLUN FIQRI PRAMADHANI

KRONOLOGIS KASUS ADLUN FIQRI PRAMADHANI

Kronologis juga diambil dari rekaman Pengambilan Keterangan oleh Penasehat Hukum Maharani Caroline, SH terhadap Adlun Fiqri Pramadhani, di Polres Ternate, di ruang Penyidik pada Rabu, 30 September 2015 pukul 17.41 WIT.

Dibuat Oleh : Faris Bobero

Dalam rekaman, Adlun menceritakan kronologis kejadian sebagai berikut :

Pada pagi hari, Sabtu 26 September 2015 di jalan Pahlawan Revolusi, Kelurahan Gamalama (Depan RS Darma Ibu). Ia ditilang oleh Polisi Lalulintas Polres Ternate. Saat itu Adlun mengendarai sepeda motor Satria. Ia ditahan karena tidak memiliki kelengkapan kendaraan berupa kaca spion motor.

(Adlun ditilang) Saya ditanya kelengkapan kendaran bermotor. Tidak ada kaca spion. STNK ada, tapi saat itu belum sempat bawa. Langsung saya parkir motor dengan nomor polisi DG 2216 AU, bermaksud saya ambil STNK. Saya telepon teman untuk pergi ambil STNK saya di Perumnas (di kantor AMAN Malut.)Tapi tidak tersambung.Terus saya balik lagi ke pos, saya lihat ada orang antri dalam pos.

saya langsung menyalakan henphone (maksudnya untuk merekam video. Lewat jendela pos) langsung saya tanya, kalau pelanggaran spion itu kena pasal berapa dan dendanya berapa. Terus dijawab oleh petugas yang ada dalam pos. Katanya,   dendanya Rp.250.000 sesuai dengan UU. Terus di dalam itu ada orang lagi urus-urus, saya masuk lewat pintu samping pos. Di situ, saya lihat ada percakapan antara anggota polantas dengan salah satu pelanggar lalulintas. Ada tiga orang pelanggar lalulintas di dalam. Dua orang berdiri dan yang satunya duduk sambil ditanya oleh salah satu polisi lalulintas.

Yang duduk itu yang bercakapan dengan polisi. Polisi tersebut menanyakan “bapak mau ikut sidang. Ikut sidang itu dendanya Satu Juta sesuai dengan pelanggaran” terus kalau di sini denda dalam blanko Rp.150.000.

Terus bapak itu kasih keluar uang, diletakkan di atas meja. Terus, polisi menulis di kertas warna pink (merah muda). Saya langsung matikan video. Setelah itu, saya berjalan menuju Masjid Raya Al-Munawar. Saya juga menuju ke belakang Jati Land Moll Ternate mencari teman. Rencananya mau ambil STNK. Namun saat itu tidak ada teman. Sore harinya saya kembali ke pos, tempat saya ditilang. Namun polantas sudah tidak ada.

Saya kemudian menuju ke Perumnas (di kantor AMAN Malut)Sekitar jam 10 malam di Perumnas, Saya duduk di sofa, saya mencoba mengupload video tersebut. Sambil tiduran di sofa. Karena jaringan internet lambat, saya sambil baca buku. Sekitar tengah malam, saya tidak tahu jam berapa, video tersebut sudah ter-upload di youtibe. Terus saya bagikan ke facebook, dan grup Aku Cinta Maluku Utara.

Saya lupa tulisan di video. Tapi dalam penjelasan saya di video tersebut begini saya tulis “Oknum Polisi Satlantas Polres Ternate Meminta Uang Damai (Suap)”.

(Senin siang, 28 September 2015) Waktu saya ditangkap, saya sedang mengurus Surat Izin Mengemudi (SIM)  di Polres Ternate. Saat itu, ada satu anggota polisi tanya-tanya begini “kamu yang upload video”. Waktu itu saya masih takut lalu saya bilang bukan saya, tapi orang lain.

Bapak polisi langsung datang tarik saya menuju ke ruang satlantas. Di sana itu…..ada satu polisi bilang dihapus saja (video) waktu itu sudah ditonton berkisar 311.

(Upaya damai dengan salaha satu oknum polisi yang ada di video tersebut sebenarnya hampir terjadi saat itu. Hanya saja, Kapolres Ternate yang meminta agar soal unggah video tetap diproses secara hukum)  

Saat itu juga, saya mau dibawa ke Kapolres Ternate  juga. Katanya Kapolres bilang, diproses dulu. Waktu itu langsung menuju ke SPK buat laporan polisi. Terus saya dimasukkan di sel titipan.

Penangkapan terhadap Adlun Fiqri saat itu sama sekali tidak diketahui oleh pihak keluarga bahkan rekan-rekan Badan Pengurus Harian Aliansi Masyarakat Adat Nusantara-Maluku Utara. (BPH AMAN Malut). Adlun sendiri selama kuliah di Kota Ternate di Universitas Khairun, Ia tinggal di Kantor AMAN Malut juga aktif di gerakan Literasi Jalanan sebagai ketua kordinator. Ia menyediakan baca buku gratis.

Saat Adlun ditangkap, Ayahnya, Ibrahim Sigoro masih berada di Ternate. Ibrahim Sigoro sempat menghubungi Adlun sebelum pulang ke Desa Sagea, Halmahera Tengah. Namun, saat itu Adlun sudah ditangkap di Polres Ternate dan handphone-nya disita.

“Saya telpon anak saya guna mempertanyakan keberadaannya namun handphone-nya tidak diangkat. Seharusnya pihak polisi memberi kabar karena saat itu saya masih di Ternate,” kata Ibrahim Sigoro ketika bertandang ke kantor Redaksi Malut Post di Ternate pada Rabu 30 September 2015 bersama Pendamping Hukum Adlun Fiqri Pramadhani dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Maluku Utara yakni, Maharani Caroline, Yahya Mahmud, dan M Bahtiar Husni, SH. Selain itu, hadir juga PB AMAN Muhammad Arman dengan Ketua AMAN Malut Munadi Kilkoda.

Senin 28 September 2015 pukul 21.30 WIT, beberapa teman Adlun dari pengurus AMAN Malut, yakni Supriyadi Sudirman, Abdulrahim Jafar, dan Winda Hi Ibrahim serta beberapa teman dari Literasi Jalanan mencoba menemui Adlun namun tidak diizinkan bertemu oleh pihak kepolisian dengan dasar sudah lewat jam besuk.

Hingga Selasa 29 September 2015, pukul 11.30 WIT Ketua AMAN Malut Munadi Kilkoda dan Yahyah Mahmut sebagai Pendamping Hukum mendatangi Polres Ternate guna bertemu dengan Adlun Fiqri

Saat itu juga Munadi dan Yahya Mahmud diarahkan ke ruang Kasat Reskrim Polres Ternate bertemu dengan SJAMSUDDIN LOSSEN, SH. Pertemuan tersebut juga dihadiri beberapa wartawan termasuk ketua Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) Kota Ternate Mahmud Ici (Wartawan malut Post). Dalam penyampaian  SJAMSUDDIN LOSSEN, SH selaku Kasat Reskrim Polres Ternate menegaskan, Adlun Fiqri tidak bisa ditemui karena sedang dalam pemeriksaan. Bahkan hari itu juga sudah ditetapkan sebagai tersangka. Dan SJAMSUDDIN sendiri mengaku dia yang telah menandatangani Berita Acara Pemeriksaan (BAP).

Dalam pertemuan yang juga dihadiri sejumlah wartawan, SJAMSUDDIN LOSSEN, SH terkesan menutup-nutupi masalah ini. Soal penetapan Adlun Fiqri sebagai tersangka enggan dibeberkan secara jelas oleh Reskrim Polres Ternate. Berikut penjelasan SJAMSUDDIN LOSSEN, SH, Kasatreskrim.

SJAMSUDDIN LOSSEN, SH:“Yang jelas sudah 4 saksi kita periksa, dan semuanya mengarah ke dia (Adlun Fiqri) sebagai pelaku. Dia   juga telah mengakui jika video tersebut hasil rekamannya sendiri,”

Aksinya tidak hanya merugikan oknum, melainkan institusi Polres, sehingga akan ditindak sesuai hukum yang berlaku.

“Ini sudah menyangkut institusi, dan sementara kita masih melakukan pengembangan mencari tahu adanya pelaku lain sebab, ada kemungkinan penyebaran video di youtube bukan dilakukannya sendiri, tetapi dibantu pihak lain. Ini masih kita dalami,” 

Bahkan, soal video tersebut, dalam penyampaian SJAMSUDDIN LOSSEN, SH. mengatakan, uang tersebut bukan suap tetapi “UANG TITIPAN TILANG” yang diserahkan oleh pengendara sepeda motor yang ditilang.

Sejumlah wartawan pun menanyakan soal pasal apa yang menjerat Adlun Fiqri namun, SJAMSUDDIN LOSSEN, SH enggan menjelaskan, Ia hanya menyampaikan bahwa, soal pasal yang menjerat Adlun itu sudah masuk dalam materi penyelidikan, bukan kewenangannya mengatakan soal itu.
Adlun :Kemarin (29 September 2015) sama tadi pagi (30 September 2015), saya diperiksa. Kemarin sempat bertemu kapolres juga. Kapolres cuma bilang “oh yang sering di belakang mall ya.Saya dipanggil lagi di kasat intelkam juga, (mereka) Cuma tanya-tanya biasa saja soal latar belakang saya.

Rabu, 30 September 2015, pukul 17.00 WIT para Pendamping Hukum Adlun dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Maluku Utara yakni Maharani Caroline, SH, M. Bahtiar Husni, SH, dan Yahyah Mahmud, S.HI. Juga ketua AMAN Malut Munadi Kilkoda dan PB AMAN Muhammad Arman, beserta Ibrahim Sigoro (Ayah kandung Adlun) berkunjung ke Polres Ternate dan bertemu dengan Adlun di ruang penyidik.

Di sana, Adlun menceritakan kronologis kejadian mulai dari ia ditilang hingga proses hukum. Adlun sendiri ditetapkan sebagai tersangka dalam penyelidikan tanpa didampingi pengacara maupun Pendamping Hukum.

Bahkan, Adlun menceritakan saat Ia dititip di sel tahanan, Ia mendapat kekerasan dari salah satu oknum polisi lalulintas.

            Adlun :Saya disuru pus up lalu saya ditendang dibagian rusuk menggunakan sepatu lars. Dipukul dibagian lengan hingga memar, juga dipukul dikepala bagian belakang.Setelah itu, saya ditanya oleh satlantas. Lalu satlantas tersebut menghukum oknum polisi yang memukul saya dengan cara memukul oknum tersebut.

Dalam Surat Perintah Penahanan No. Pol. : Sp.Han / 130 / IX / 2015 / Sat Reskrim yang baru ditema oleh Ibrahim Sigoro ketika berkunjung ke Polres Ternate pada Rabu 30 September 2015, pada siang hari. Dalam Surat Perintah Penahanan tersebut,  Adlun dijerat dengan Pasal 45 Ayat (1) UU RI No 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). 

Menurut Maharani Caroline, SH, Dalam pasal tersebut, Adlun bisa dikenakan hukuman penjara di atas lima (5) tahun dan denda sebesar 1 Miliar. Anehnya, dalam proses hukum atau penyidikan, Adlun sendiri tidak didampingi pengacara. Hal ini melanggar KUHP. Selain itu, Adlun sendiri mendapat intimidasi di dalam sel oleh salah satu Oknum.

Bahkan, seharusnya, pihak yang merasa dicemarkan nama baiknya dalam video tersebut harus juga dilakukan penyidikan. Selain itu, barang bukti berupa video rekaman telah dihapus Adlun karena terkesan dipaksakan oleh pihak oknum kepolisian yang menyuruh Adlun menghapus video tersebut di social media youtube.

Rabu, 10 Juni 2015

Nostalgia di Pulau Tak Berpenghuni


Situasi malam hari, Senin (08/06/2015) saat berkemah di Pulau Mede. dari kiri ke kanan, Faris Bobero (Penulis), Dzul, Ipang, Aidy, Wira.
Pulau Mede adalah salah satu Pulau kecil tak berpenghuni, tak banyak diketahui orang Bahkan jarang dikunjungi wisatawan karena tidak terpromosikan ke publik keindahan wisatanya. Namun, Pulau ini telah mengukur banyak cerita nostalgia saya ketika berada di sana.

Tepatnya pukul 05.10 WIT pada Minggu (07/06/2015), saat gerimis dan angin laut berhembus di utara Kota Ternate,  Ipang (28), teman saya dengan kendaraan bermotor datang ke Rumah, di Tafure, tempat saya tinggal. Dengan maksud “Bayar Niat” untuk berpergian ke Pulau Mede di depan Desa Popilo, Tobelo, Halmahera Utara. Salah satu pulau kecil tak berpenghuni yang selalu saya rindukan.

Agenda ini kali kedua, saya bersama Ipang berniat pergi setelah setahun. Namun, niat ini ternyata mengundang niat teman saya yang satu ini, Dzul. Alasanya, tahun kemarin, ia tidak sempat ikut. Dzul mengunakan motor matic, sedangkan saya berboncengan dengan Ipang. Kita bertiga akhirnya menuju Pelabuhan Ferry di bastiong dengan tujuan menuju Sidangoli.

Menumpangi Ferry Kerapu berkisar dua jam perjalanan ke Sidangoli. Dengan modal tiket satu kendaraan bermotor Rp42.000 dan tiket perorang Rp.19.000.
Untuk menuju ke Tobelo dari Kota Ternate, bisa juga menggunakan jasa speed boad dengan harga perorang Rp50.000 ke Sofifi lalu naik angkot menuju Tobelo dengan harga tiket Rp.100.00 perorang. Jarak tempuh kurang lebih 3-4 jam perjalanan.

Tobelo terletak di semenanjung utara Pulau Halmahera, berbatasan dengan kecamatan Kao dan Galela di selatan. Dengan  luas daratan 808,4 Km2 dan dihuni oleh sekitar 83.575 jiwa (Data Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Halut tahun 2012).

Sesampai di Sidangoli, tak lupa kita periksa keadaan kendaran, mulai dari ban, kondisi oli, hingga bahan bakar motor. Tidak lupa memakai jaket untuk menahan terik matahari maupun hujan yang mungkin nanti mengguyur tiba-tiba di tengah perjalanan.

Kurang lebih lima jam perjalanan kita bertiga sampai di Tobelo. Saat itu, kondisi cuaca kurang mendukung, awan hitam menyelimuti alam Halmahera Utara, beruntung saat di Tobelo, sesampai di rumah saya, di Dufa-Dufa, barulah hujan lebat mengguyur. Malam itu juga, selepas ba’dah Isya hujan redah. Kita menuju Popilo bertemu Humaidi Djaguna (28), saya biasa menyapanya Aidi. Malam itu kita menyusun agenda, jika esok hari tidak hujan, kita berniat naik gunung Dukono, mandi di Air Panas Mamuya, lalu ke Pulau Mede.

Setelah berbincang, kita bertiga balik ke Dufa-Dufa. Menginap semalam di rumah saya, rumah panggung di atas Pantai Dufa-Dufa.

Malam itu, gongongan halilintar menemani tidur kita, seng yang bocor membuat air hujan leluasa masuk ke bilik kamar. Dzul tertidur pulas sambil mendengkur di samping kanan saya, namun Ipang di samping kiri saya tidak bisa tidur nyenyak akibat percikan air yang keluar dari atas seng. Saya sedikit minder dengan kondisi ini. 

Hingga pagi tiba, langit masih mendung, dan akhirnya beberapa jam kemudian hujan lebat. Putus asa menghampiri, untuk bepergian. Beruntung sore harinya, hujan reda. Niat pun terpenuhi. Menuju Pulau Mede. 

Gunung Mamuya terlihat dari Pulau Mede
Terlepas dari keindahan wisata pulau-pulau lain, seperti pulau Dodola, Zum-zum, bahkan wilayah "nostalgia" perang dunia kedua lainnya di Halmahera. Pulau Mede tetap menjadi nostalgiaku, Pulau kecil yang tidak banyak dikunjungi oleh orang-orang.

Tidak hanya keindahan pulaunya, keramahan, dan budaya orang Popilo inilah yang selalu membuat saya rindu akan kampung ini. beberapa kali saya ke Pulau Mede, beberapa masyarakat selalu meminjamkan sampan tanpa harus saya mengeluarkan uang sepeserpun sebagai upah sewa. 

Kurang lebih 10 menit mendayung sampan dari Desa Popilo ke Pulau Mede. Di sana, bersama teman akrab yang telah menjadi saudara angkatku, Aidy, Wirahai Fadel, Dzul, dan Ipang kita mengukir kisah-kisah indah di Pulau ini. mendirikan tenda seadanya, dan membuat bifak untuk tempat memasak. 

Aidy bercerita, dulunya, masyarakat setempat selalu mencari kerang di laut saat bulan terang, lalu kemudian menemukan Pulau Mede. Mede sendiri artinya bulan terang. Saat itulah masyarakat mulai menamakan pulau pulau Mede.

Selain Pulau Mede, Pulau Tagalaya, Kakara, Pantai Kupa-Kupa, Telaga Paca, Kumo, Luari, Pulau Meti, Pantai Carlen Pitu, Rorangane, Pawole, Pasir Timbul, Bukit Doa di kaki Gunung Dukono, serta Air Terjun Jembatan Batu menjadi daya tarik para wisatawan.

Meskipun demikian, terlepas dari keindahan wisata Pulau-Pulau di Tobelo, Halmahera Utara, Pulau Mede selau menjadi tempat bernostalgia saya dengan teman-teman. Selain jauh dari hiruk-pikur kebisingan kota, pulau tak berpenghuni ini menyediakan sumber makanan, seperti pisang, kelapa muda, ikan segar di laut, pepaya, dan buah-buahan lainnya yang ditanam oleh masyarakat sekitar. Tradisi “baku kasih” bahan makanan masih terjaga.

Jumat, 21 Februari 2014

Lelaki di ujung Samudera



Ini cerita laki-laki
Bersampan kayu dari batang kenari
Ada nama ayah di semang kiri
Ada ibu membasuh air mata di semang kanan

Ini cerita laki-laki
Berlayar tinggalkan laut Halmahera
Di ujung samudera angin datang, ombak datang
Ribuan hari dituntun matahari

Kekasih di ujung Halmahera tak lagi kentara
Sampan telah menusuk jantung samudera

jangan kembali oh laki-laki
Sebelum menuntaskan cerita lelaki di ujung samudera
Asmat| 07 Desember 2013
*Terinspirasi dari puisi Rudi Fofid ”Sampan Itu untuk Faris Bobero. Puisi ini telah hilang bersama jatuhnya Hanphone saya di laut saat perjalanan bersampan long Boat dari Agast menuju Mumugu Batas Batu.

Sahabat Muridku


Sahabat muridku
Aku tak tahu lagi harus menyayikan lagu apa
Lagu kemerdekaan ataukah lagu duka untuk kita

Sahabat muridku
Aku tak tahu lagi menjelaskan perubahan lajunya kerajaan di kota terang
Mari kita pahami gelap malam
Mungkin dia akan menjawab bahwa setelah rembulan padam pagi akan kembali
Itu cerita massa depan?

Sahabat muridku
Mari kita berandai, seperti kita bisa menenun hujan jadikan lembaran kain untuk seragam jiwa
Supaya kita slalu berhati damai, sejuk, dan bahagia

Sahabat muridku
Mari kita bertanya pada alam sang guru yang hampir padam.
Agats, Asmat| 04 Desember 2013

Malam Masih Yatim Piatu



Setapak demi setapak kau lalui
Selasar ke selasar kau hinggapi

Di bawah kaki gunung Gamalama
Di depan gedung mewah
Di sana, di tengah hutan rimba raya
Engkau milik siapa?

Malam masih yatim piatu
Kurang ajar itu sang waktu
Begitu cacimu setiap malam menggerutu

Jangan tanyakan siapa-siapa di dalam gedung mewah
Mereka tidak punya telinga bahkan mata untuk melihatmu
Menari, bunyikan tifa, menggongong gelap kini tidak cukup untuk mengembalikan cerita tanah
Tanah kuasa milik siapa…

Malam masih yatim piatu
Tanpa ayah tanpa ibu oh pertiwiku

                batas batu| Senin 16 Desember 2013